Jeni

Pertama kali berkumpul untuk menjadi sebuah tim kerja aku tidak melihat ada yang special dari mereka. Kupahami satu per satu karakter dari mereka yang cenderung arogan, mau menang sendiri, dan sepertinya kita sulit menyatu. Tapi entahlah mungkin itu hanya perasaanku saja atau memang akan seperti itu.
“Jeni” itu yang kudengar dari anggota tim terakhir yang memperkenalkan diri. Nama itu nampak normal meski untuk seorang cowok tapi itu mampu membuatku tersenyum. Setelah semua memperkenalkan diri kita mulai membuat sebuah rencana kerja serta siap bekerja sama esok hari. Esoknya suasana sedikit berbeda dengan keakraban yang semakin terjalin erat diantara kita.
            Ditengah perjalanan kerja sama kita entah dari mana dan sejak kapan persisnya asal mula seseorang dari mereka itu terlihat special. Orang itu biasa saja dengan postur yang tidak terlalu tinggi namun memang lebih tinggi dariku, berkulit kecoklatan lebih tepatnya sawo matang, berbadan sedikit tegap, berambut luwis, berpakaian rapi dan wangi, serta selalu tersenyum itu yang membuatnya terlihat lebih menawan.
Lamabat laun sikapku terhadapanya sdikit berebeda begitu pula dengannya lebih condong kepada suatu yang disebut perhatian. Apalagi saat aku sakit begitu perhatiannya cowok yang satu itu terhadapku. Dalam keadaaan sakit dan bisa dibilang parah waktu itu aku mendapat banyak suntikan semangat darinya. Kesembuhanku sangat ditunggu-tunggu oleh mereka karena hilangnya satu anggota menjadikan ketidakseimbangan dalam kerja sama.
Kembalinya aku ke tengah-tengah mereka membuat sumeringah wajah-wajah itu, wajah yang dulu kusebut arogan. Banyak hal yang aku lewatkan selama sakitku yang hampir satu bulan itu terutama tentang gossip yang tersebar didalam tim kerja kita.
“Haiii..selamat pagi kawan-kawan” sapaku dengan kondisi yang masih lemah
“Haiii…Thaa…” tembal sebagian dari mereka
“Haiii…” sambung sebagiannya lagi
“Sini Tha sini duduknya deket sini aja” ucap Vita anggota tim yang paling hyperactive sembari menggandengku mempersilahkan duduk
            Heran aku dengan perlakuan Vita yang dengan sumeringahnya menempatkan aku disampingnya dengan menyingkirkan Deki yang sudah lebih dulu duduk di kursi itu, aku juga heran dengan delapan orang lainnya yang cengar cengir sembari bergumam “Ehm..Ehm..” tapi aku tak menghiraukannya mungkin itu hanya sesuatu yang tidak begitu penting untuk aku bahas secara sudah hampir satu bulan aku tidak bertemu mereka.
“Sakit apa sih bu lama amet?” tanya Ariel
“Biasa jajan sembarangan pak” jawabku singkat
“Makanya jangan jajan sembarangan dong” sambung Uni
“Eh Jen ko diem aja sih, udah ada didepan mata nih ayo dong sapa tanya juga mau makan apa gitu hehe…” ujar Gigi genit menyenggol-nyenggol lengan Jeni
“Cie.. cie.. katanya kangen ayo dong berkicau” samber Ariel
            Wah sepertinya memang benar ada hal yang aku tidak ketahui dan hal itu tentang aku. Aku yang keheranan hanya tersenyum mengernyitkan dahi memandang satu per satu wajah dari mereka yang juga tersenyum. Terkecuali Jeni yang menundukkan wajahnya ketika sepintas aku meliriknya seperti gugup atau salah tingkah atau entah lah kenapa cowok itu sedikit aneh.
“Hai..Tha, Mau makan apa?” ucapnya sembari menggulung-gulung kertas yang ada dihadapanya dengan wajah senyam senyum kesana kemari gak jelas
“Cie..cie..Ehm..Ehm..ayo Tha yang traktir Jeni lho, ayo teman-teman sepuasnya” ucap Vita dengan riang
“Hai juga, Em,,makasih tadi sudah sarapan terus makananku masih dijaga” ucapku
“Oh gitu ya Tha, eh Vit enak aja siapa yang mau traktir ngga ga ga gaaa” ucap Jeni lagi
“Eiitt..tidak bisa ini harus” tembal Vita
“lho ko gitu sih Vit ah ga mau” sanggah Jeni
“hehehe..” semua orang tertawa melihat Vita dan Jeni yang mempermaslahkan traktiran
            Aku masih belum tau tentang keganjalan yang terasa dikantin siang itu hingga suatu pagi ketika aku duduk sendiri di kursi taman kampus, Vita menghampiri menyodorkan biscuit cokelat kesukaanku menyapaku serta membantuku merekap agenda kegiatan kita. Sementara aku dan Vita sibuk mengetik ini itu, di ujung sana terlihat seorang cowok berjalan sepertinya hendak menghampiri kita.
“Tha, Jeni tuh” ucap Vita tiba-tiba menyenggol lenganku
“Aduh..Vita, yaah jadi salah ketik nih” teriakku kesal
“Hai Tha..” sapa Jeni melewati kita dengan senyum dan melmbaikan tangannya, tapi sedikit “norak” pikirku
“Oh Hai Jen, mau kemana?” ucapku
“Ada kelas pagi nih” jawabnya yang masih melangkahkan kakinya sehingga berjalan mundur
“Eh..cie cie pagi-pagi udah ketemu seneng dong” ejek Vita padaku
“Apaan sih Vit” tembalku
“Eh iya Vit kalian tu aneh sih emang ada yang salah ya dengan aku dan Jeni?” tanyaku
“Engga ko Tha serasi malah, tau ga Tha sewaktu kamu sakit Jeni tu sangat kehilangan sosokmu lho. Tiap hari dia nanyain kamu, kapan kamu ngampus lagi gitu. Dia itu suka lho sama kamu Tha” tutur Vita genit
“Ih apaan sih Vit, masa sih ah” tembalku yang tiba-tiba malu-malu
“Udah ngaku aja kamu juga suka kaan? kita juga udah tau ko kalau kalian diam-diam saling berhubungan lewat sms, facebook, twitter iya kaan Tha?” ucap Vita lagi
“Eh so tau kamu, Enggaaa !! tapi emang sih kita sering ngobrol tapi bukan berarti suka kan” tembalku menegaskan
“cie..cie..ehm..ehm..” ejek Vita lagi
            Sekarang aku tau kenapa mereka sering bersorak ketika kita bersama. Ternyata diam-diam Jeni sering menanyakanku pada Vita dan Vita dengan bangganya memamerkan pesan singkatnya padaku yang dikirimkan Jeni yang cukup membuatku sedikit terpesona akan kehadirannya. Kecentilan Vita yang menjadikan cewek itu biang gossip dengan sengaja memamerkan pula pesan singkatnya kepada anggota tim kita yang lain. Pantas saja semakin hari mereka kian kerap menggodaku dan Jeni. Apalagi sekarang-sekarang ini Jeni sering sekali membantukku mengerjakan ini itu jadi tak jarang kita selalu bersama bahkan pulang pun kita naik angkutan umum bersama.
“Hai..Double Jeni” ujar Ariel
“Double Jeni?” ujarku sembari mengernyitkan dahi dan tertawa
“Ayo pulang” sambung Vita yang diikuti Gigi
“iya ini juga mau pulang, nunggu kalian lama banget sih” ucap Jeni
“Wah tumben kamu nunggu kita  Jen, ada apa nih?” tanya Gigi
“Aku kan mau pulang bareng kalian Vita, Gigi” ujarku
“Ow maaf hari ini aku, Gigi, juga Ariel akan pergi sama-sama. Ya kan Riel?” ucap Vita
“Apa vit, eh iya kita pergi” tembal Ariel
“kita mau shopping dulu jadi tidak bisa pulang sama-sama mungkin besok lagi ya Tha” jelas Gigi
Aku tau ini drama shopping Vita dan Gigi dengan mengajak Ariel segala. Itu drama yang buruk sejak kapan Ariel jadi cowok yang suka shopping sungguh mereka ingin aku dan Jeni pulang bersama lagi. Akhirnya siang itu lagi-lagi aku dan Jeni pulang bersama, kita berdiri hanya berdua saja diatas terotoar berpapingblok dan dibawah pohon jalanan yang cukup besar meneduhkan orang yang berada dibawahnya. Rasa canggung tak terlewatkan juga detakan jantung yang begitu kencang didadaku, tak ada suara tak ada percakapan diantara kita hanya sesekali terdengar kelakson mobil motor yang melintas didepan kita. Sesekali aku meliriknya yang diam terpaku dengan mata tertuju pada gerbang kampus disebrang kita dan sesekali juga dia melirikku sepertinya kurasakan itu, ternyata itu benar aku menangkap basah cowok itu memandangiku dan langsung dengan sigap memalingkan wajahnya. Itu membuatku berbunga-bunga sungguh itu hal yang sudah lama tak kurasakan lagi.
“Ayo Tha tuh angkotnya” ujar Jeni
            Aku hanya mengangguk dan langsung mengikutinya masuk kedalam angkot yang agak penuh namun itu tak menjadi masalah karena jika kita melewatkan angkot yang jarang lewat itu bisa-bisa kita pulang kesorean. Di dalam angkot kita masih dalam canggung seperti tak kenal namun aku sesekali masih sering melirik ke arahnya begitu pula dengannya mencuri-curi pandang padaku dan aku tak kuasa menahan tawa bukan karena tingkahnya tapi karena suatu hal tepatnya disamping Jeni sesuatu yang menurutku itu lucu.
            Seiring berjalannya waktu rasa suka yang awalnya itu hanya rasa kagum biasa kini menjadi tidak biasa. Kebiasaan kita bersama itu salah satu hal yang cukup berperan aktif menumbuhkan rasa suka antara aku dengan Jeni. Lambat laun ketika kita jalan bersama sudah seperti sepasang kekasih dan tak jarang juga teman-teman yang lain meledek kita serta dengan riang kita malah sengaja membuat keromantisan seolah mengiyakan apa yang mereka duga.
@Thaaa: Hai..Tha J
(Sapaan khas Jeni dimanapun kita bertemu tak terkecuali di dunia maya pun sama)
@Jenijeni: Hai..juga, hayoo..Online aja nih? :D
@Thaaa: hee..lagi apa Tha?
@Jenijeni: biasa ngerjain tugas sambil online biar lebih seru hehe...
@Thaaa: oh dasar kamu nanti tugasnya ga bakal selesai tau, oya tadi siang kamu kenapa kaya nahan senyum sih hehe..
@Jenijeni: hehe..tau ya jadi malu, tadi tu nyadar gak sih sama ibu-ibu yang duduk dipinggir kamu dia yang bikin aku pengen ketawa
@Thaaa: ooohhh itu yang namanya TUTI kaan hehe..aku juga pengen ketawa sih sama haha..
@Jenijeni: hehe..sebelumnya kita ngobrolin TUTI alias Tukang Tipu kaya kamu haha..eh pas pulang kita seangkot sama yang namanya TUTI
@Thaaa: hehe..enak aja ngatain aku TUTI kamu tu yang TUTI :p, eh tha kita tu sering pulang bareng, nyaman ga sih pulang bareng sama aku?
@Jenijeni: emm..nyaman, kaya pake sepatu sama kaus kaki nyaman banget hehehe…:p
@Thaaa: ah kamu Tha ada-ada aja J
            Malam itu aku mengaktifkan twitterku sedikit mengobrol bersama Jeni sembari mengerjakan tugas.
            Esok hari dengan sumeringah dan semangat aku buru-buru berangkat ke kampus meski hari ini tidak ada kelas pagi, aku akan masuk kelas setelah jam duabelas tapi aku tahu kalau hari ini Jeni masuk tepat pukul sembilan jadi aku dengan sengaja akan duduk di taman yang biasa Jeni lewati kemudian aku akan dapat sapaan hangat darinya. Setelah kutunggu setengah jam tak juga muncul batang hidungnya hanya Ariel yang kulihat berjalan  sendiri dengan tergesa-gesa melewatiku menyapaku dan terus jalan menuju kelasnya. Pagi itu aku kecewa lalu aku menghabiskan waktu di perpustakaan dengan tidak bersungguh-sungguh membaca malah mengirim pesan singkat pada Jeni. Dan ternyata cowok itu sakit dan mengharuskan dia untuk istirahat hari itu. Mendengar itu aku khawatir lalu aku sok sokan perhatian gitu sama seperti yang pernah dia lakukan padaku.
            Tak sampai tiga hari kemudian Jeni masuk kampus kembali dengan badan yang masih lemah, wajahnya tak bersemangat terlihat pucat dipagi hari dan memerah beranjak siang juga suhu tubuhnya demam ketika tak sengaja lengan kita bersenggolan serta batuk bersin mengganggu kerjanya. Raut muka yang tidak biasa membuatku agak takut dengan tingkat sensitive-nya yang tinggi. “Tu cowok benar-benar menyebalkan saat sakit seperti baru pertama kali saja terkena flu berat sungguh menyebalkan” pikirku. Itu kali pertamanya aku dicuekin Jeni sepanjang hari dan juga aku harus pulang sendiri. Sejak hari itu kedekatan aku juga Jeni mulai merenggang entah kenapa sikap Jeni berubah derastis 180° berbeda. Tadinya kukira itu hanya karena Jeni sakit sehingga dia terlihat menyebalkan dan berbeda namun sepertinya sesuatu terjadi enah apa aku tak tahu.
            Cowok itu jarang menemaniku lagi kalaupun dia mau pasti dengan wajah yang setengah hati itu nampak jelas. Aku lebih sering sendiri sekarang menyelesaikan tugas, berangkat ataupun pulang dari kampus. Vita dan Gigi sibuk berdua paling ketemu pas makan siang dikantin dan itu menyebalkan bagiku. Ariel, Deki juga Jeni sibuk dengan tugas kuliah sampai-sampai terkadang mereka melalikan kerja sama tim. Alika, Nesa dan Ranti mereka masih saja tetap dalam acuh tak acuh dengan proyek yang kita sedang kerjakan. Paling aku sama Uni yang lebih banyak menghabiskan waktu di ruang hijau menyelesaikan beberapa tugas kampus juga merekap ini itu mempersiapkan kunjungan dari pihak kampus pusat memantau kelancaran proyek fakultas.
            Kian hari mereka kian menyebalkan sok sibuk dengan urusannya sendiri. Apalagi cowok yang satu itu yang tiba-tiba berubah sikap padaku. Sakit hati memang tapi aku tidak terlalu memperdulikan itu, mungkin aku yang terlalu berharap lebih padanya. Apapun itu apapun yang aku rasakan dan alami tak memudarkan semangatku untuk terus melangkah meski sedikit sulit. Hari kunjungan tinggal seminggu lagi dan mereka baru menyadari hal itu maka sedikit kekompakan mulai ada lagi setelah beberapa saat memudar dan kupikir akan hilang namun ternyata tidak mereka berubah kembali kecuali cowok itu yang masih enggan dekat-dekat denganku.
            Saat pembagian tugas untuk hari kunjungan aku dan cowok menyebalkan itu disatukan dalam satu tugas yaitu memandu tim kunjungan melihat lihat fakultas kami dengan proyek penghijauan yang kita lancarkan bersama itu. Antara senang dan tidak senang mendengar Ariel ketua tim mengatakan hal itu dan hasil voting  dari teman-teman yang lain juga bersuara sama. Aku senang karena aku bisa berduaan lagi dengannya tapi aku tidak senang ketika melihat wajahnya yang tidak begitu senang bekerja sama denganku. Terkadang aku makruh ketika keadaan memaksaku untuk berdiskusi dengannya. Satu hal yang membuat makruhku hilang ketika sore itu aku sengaja menunggunya untuk pulang bersama dengan dalih ada hal yang ingin kubicarakan tentang  rencana memanduan para kunjungan. Lama aku menunggunya bermain basket dan memang dia tak tau kalau aku menunggunya tapi Vita tau maksudku yang masih duduk dipinggir lapangan berkutat dengan laptop itu bukan semata-mata menyelesaikan tugas namun aku menunggun cowok itu. Tak sampai hati aku melihat cowok itu malah pulang bersama teman basketnya Zaki. Meski Vita bilang padanya aku menunggunya untuk diskusi lagi tapi cowok itu bilang “oh menungguku ya Tha, nanti besok saja ya sekarang aku pulang bareng Zaki maaf ya Tha” ujarnya. Masih beruntung aku tidak pulang sendiri sore itu, aku bersama Vita juga Gigi yang menunggu Vita bermain basket.
            Masih sore itu juga cowok itu mengirim pesan singkat padaku meminta maaf karena tidak bisa pulang bersama denganku dan sebagian isinya sebuah kekhawatiran yang sebenernya cowok itu ingin pulang bersamaku tak tega melihatku yang cemberut disebrang jalan menunggu angkutan umum yang jarang itu, tapi entah hal apa yang membuatnya menjauhiku. Sesampainya aku dirumah aku kesal tapi pesan singkatnya membuat kesalku itu hilang.
            Tibalah hari kunjungan itu dimana kita semua sibuk dengan masing-masing tugas kita, ada yang mempersiapkan konsumsi, mendekor ruang kerja kita, mengabadikan moment-moment persiapan dan lainnya. Aku dan Jeni berusaha memantapkan menjadi seorang pemandu yang kompak. Vita dan Gigi sibuk jeprat jepret memotret sebagai dokumentasi, Uni Alika dan Ranti sibuk dengan konsumsi, serta Deki yang memberesekan ini itu menyiapkan ini itu sendiri karena Ariel sibuk menghafal pidatonya. Acara itu berlangsung dengan baik sesuai rencana, Ariel berpidato dengan baik dan aku juga Jeni memandu para petinggi kampus dengan kompak menjelaskan perubahan lingkungan yang kita buat. Kujelaskan tentang pohon-pohon yang kita rawat dengan sedikit penjelasan tentang pohon itu yang ditempel dibadan pohon, bertambahnya pot bunga disetiap depan ruang kelas, betambahnya tong sampah untuk jenis yang berbeda, dan banyak hal lain lagi. Dalam proyek hijau kita itu menjadikan sebagian dari kampus kita terlihat hijau, asri, sejuk dan nyaman. Kita melakukan sedikit perubahan dengan merawat pohon yang sedikit tidak terawat tadinya, menyadarkan teman-teman dilingkungan fakultas kami untuk tetap menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan salah satunya juga kita menganjurkan untuk setiap kelas memelihara pot bunga agar terlihat lebih indah dengan nuansa bunga didepan kelas meski berbeda-beda yang menempati kelas itu tapi perawatan harus tetap oleh siapaun yang menempatiya. Perubahan dengan memanfaatkan lahan kosong disekitar fakultas kami khususnya yang merupakan lahan hijau yang kita benahi selama tiga bulan itu menuai hasil yang baik menjadi contoh juga untuk fakultas yang lainnya untuk mulai sadar menjaga lingkungan sekitarnya.
            Hari itu meski berjalan lancar sesuai dengan rencana tapi aku benar-benar tidak tahan dengan sikap Jeni padaku yang terlihat jelas saat bekerja sama membuat kekompakan diantara kita itu dia lakukan dengan terpaksa. Aku tahu wajah itu wajah yang setengah hati berusaha tetap tersenyum padaku dan seakrab mungkin padaku. Tanpa basa basi setelah semua selesai aku langsung pulang tak peduli aku pulang sendiri atau tidak.
“Teman-teman aku pulang ya” ujarku buru-buru mengambil tas dan keluar ruangan tanpa melihat wajah-wajah mereka lagi
“Loh ko buru-buru Tha” ujar Vita penuh tanya sepertinya secara aku tak lagi menjawab aku terus berjalan lurus stengah berlari menuju gerbang kampus
            Hari-hari berikutnya aku bersikap biasa saja seperti hari-hari sebelum aku terpesona oleh Jeni. Aku tidak lagi mempermasalahkan perubahan sikap Jeni, aku mulai tidak peduli lagi padanya meski terkadang sorot matanya seperti ingin aku pedulikan. Di suatu siang aku, Vita dan juga Gigi berkumpul dilapangan tapi bukan untuk berjemur melainkan melihat Vita bermain basket dengan lincahnya. Tiba-tiba dari ujung tempat duduk supporter terlihat sosok sepasang kekasih yang mengejutkan kita bertiga.
“Jeni ! dengan siapa tuh Tha?” ucap Gigi
“Manaku tahu Gi, pacarnya kali” ucapku
“Wah Tha, Jeni tuh Tha ma cewek” ujar Vita menghampiri selesai bermain basket
“Biar saja bukan urusanku, sudah kubilang dia sudah punya cewek kan” ucapku lagi
“iya deh iya dasar cowok aneh kemarin terlihat single eh sekarang double” ucap Vita lagi sembari berjalan keluar lapangan diiringi kita berdua
            Sebenernya aku ingin marah sore itu tapi tak ada alasan untuk aku marah, cowok itu tak pernah mengatakan cintanya padaku meski sepertinya ada cinta yang tersimpan untukku. Sore itu sedikit menjawab tanyaku kenapa cowok itu berubah, ku ketahui ternyata  cowok itu diam-diam telah berpacaran dengan teman sekelasnya Via namanya. Aku rela meski itu sedikit menyakitkan tapi itu tidak terjadi lama, rasa sukaku memudar seiring berjalannya waktu meski kerja sama diantara  kita tetap belum berakhir, aku melewatinya dengan biasa saja tapi terkadang aku tetap terpesona hehe..
            Awal mula aku kagum padanya ketika cowok itu terlihat berbeda dengan tingkat religus yang tinggi menyadarkanku untuk rajin shalat dimanapun aku berada, tak jarang kita shalat berjamaah dikampus. Dirumah juga menyadarkanku untuk lebih giat lagi mengaji juga shalat sunahnya. Aku jadi lebih dekat dengan agama karenanya itu hal yang aku suka darinya sosok yang mampu membawaku ke arah yang lebih baik.
            “Jenitha..” teriak seseorang dari ujung kelas utara membuyarkan lamunanku dan dengan perlahan bayangan-bayangan masa lalu yang sedang kuputar itu memudar. Lama aku diam terpaku memandangi foto-foto saat aku masih aktif dalam proyek penghijauan kampus yang sekarang sudah lebih berkembang dengan didukung oleh mahasiswa fakultas lain juga. Dan kini aku seorang mahasiswa tingkat akhir yang siap sidang skripsi untuk sarjana S1-ku.
“Happy Birthday” ucap Fany sahabatku menghampiriku memelukku dan menyodorkan sebuah kotak kecil yang isinya jepit rambut berbentuk bunga berwarna pink lembut lucu nan cantik dan aku menyukai kadonya itu.
“Terima Kasih Sahabatku Tercinta” ucapku haru sembari memakai jepit itu dirambutku
“Hai Jeni, Happy Birthday” ucap seseorang dari belakangku dengan senyum khasnya yang menawan
“Hai juga, Jeni” ucapku terkaget-kaget
“Terima Kasih” sambungku
            Tak kusangka ternyata cowok itu tahu tentang hari ulang tahunku. Jeni itu nama yang membuatku tersenyum waktu itu dan hari ini dan setiap kali aku mendengar kata Jeni. Jeni nama seseorang yang mirip dengan namaku Jenitha. Double Jeni itu yang sering teman-teman katakan waktu itu dan sampai hari ini ketika aku dan juga Jeni bersama. Dia sahabatku dan akan tetap jadi sahabatku meski aku pernah menyukainya dan kecewa padanya karena dia malah memilih orang lain dan itu tak peduli aku tetap senang menjadi sahabatnya.
            “Hai..Jeni, Happy Birthday” ujar seseorang yang setiap tahunnya tak terlewatkan dari orang yang sama, Jeni sahabatku

Terinspirasi oleh seorang teman yang selalu hadir hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun

Karya: Niken Resminingtyas

Komentar